Dalam pola 4-4-2, bagaimanapun juga, melepas crossing (umpan
silang) adalah salah satu kartu truf untuk bisa mencetak gol. Kita semua
tentunya mengetahui persentase gol yang dihasilkan dari crossing
cukuplah besar.
Hanya saja, harus dipahami bahwa bola crossing selalu
bersifat ‘fifty-fifty’. Untuk bisa mengubah cross menjadi gol, barisan
penyerang kita harus menang berduel dengan barisan pertahanan lawan.
Karena sifatnya yang demikian, ketika sebuah crossing hendak
dilepaskan, barisan pemain yang akan menyambut bola crossing haruslah
betul-betul siap di depan gawang. Disamping itu, para pemain penyambut
bola cross inipun harus betul-betul berkualitas, handal dalam
memenangkan bola-bola crossing.
Jika tidak, seperti yang sering saya
lihat, bola-bola crossing terasa sia-sia dan bahkan terkesan buang-buang
bola saja. Kenapa saya bilang buang-buang bola? Karena ketika bola
belum di-cross, bola itu sepenuhnya (100%) masih ada dalam penguasaan
kita. Dengan melepas crossing, bola tersebut berubah menjadi bola
50%-50%, yang kemudian bisa menjadi milik kita atau milik lawan.
Sekarang, bagaimana cara menyiapkan barisan pemain untuk bisa
memenangkan bola crossing? Jawabannya tidak lain adalah judul tulisan
ini: pergerakan ‘ready for cross’. Ketika seorang teman dalam tim kita
(outside midfielder atau outside back) membawa bola ke arah bendera,
para pemain yang lain harus paham bahwa dia sangat mungkin akan
melakukan crossing.
Untuk itu, para pemain lainnya harus melakukan
pergerakan untuk siap memenangkan bola crossing yang mungkin akan
dilakukan. Pergerakan tersebut adalah sebagai berikut (untuk crossing
dari sisi kiri):
Klik disini untuk melihat ilustrasi.
Empat pemain bersiap menyambut crossing: 2 orang forward bersiap
didepan gawang, 1 orang center midfielder bersiap didepan gawang tapi
agak jauh (di sekitar busur), dan right midfielder / right back bersiap
untuk menyambut bola cross yang jatuh ke tiang jauh.
Selalu ada kemungkinan bola cross akan dihalau keluar oleh barisan
pertahanan lawan. Untuk itu, perlu ada lini kedua (second line) yang
bersiap menangkap bola jika dihalau oleh pertahanan lawan. Lini kedua
ini sama pentingnya dengan barisan pemain yang berada didepan gawang,
bahkan lebih penting. Mengapa?
Karena jika lini kedua ini tidak ada,
bola yang terhalau lawan besar kemungkinannya akan tertangkap oleh
pemain lawan. Dan jika itu terjadi sementara para pemain kita sedang
bertumpuk di depan gawang lawan, maka serangan balik lawan yang cepat
dan mematikan akan membuat tim kita ‘menangis’.
Lini kedua diisi oleh tiga pemain: center midfielder yang ada di
belakang, right back / right midfielder (yang tidak berada di dekat
tiang jauh), dan left back / left midfielder (yang tidak melakukan
crossing). Tiga orang ini harus bersiap-siap menangkap bola yang
terhalau dari gawang lawan. Pada ilustrasi diatas, lini kedua ditandai
dengan garis berwarna merah jingga.
Sementara itu, dua center back mengambil posisi di garis tengah
lapangan, sebagai penjamin keamanan tim terhadap serangan balik lawan.
Poin penting lainnya yang harus selalu diingat adalah, harus ada satu
orang pemain yang mengambil posisi di belakang pembawa bola, dengan
tujuan untuk men-support pembawa bola tersebut. Dengan adanya pemain
support ini, pembawa bola memiliki dua opsi: melepas crossing ke depan
gawang atau melakukan umpan jangkar pada pemain support tersebut. Opsi
mana yang sebaiknya dipilih? Tentu saja suka-suka si pembawa bola.
Namun
sebaiknya si pembawa bola melihat keadaan. Jika di depan gawang lawan
teman-temannya telah dalam posisi siap memenangkan crossing (jumlah
mereka cukup dan posisi mereka juga tepat), maka melepas crossing adalah
pilihan yang cukup bagus. Terutama jika sebelumnya barisan pertahanan
lawan sulit ditembus dengan kombinasi umpan-umpan pendek.
Namun jika
didepan gawang lawan teman-temannya sepertinya tidak siap memenangkan
crossing, maka melakukan umpan jangkar untuk bisa tetap menguasai bola
adalah pilihan yang bijak.
Terakhir, peluang tercetaknya gol dari crossing juga tergantung dari
kualitas crossing yang dilakukan. Bola crossing hendaknya diarahkan ke
ruang kosong antara barisan teman-teman kita dan gawang. Namun jangan
terlalu dekat ke kiper karena nanti akan dengan mudah ditangkap lebih
dulu oleh kiper tersebut. Tugas teman-teman kita yang didepan gawang
adalah berlari berhamburan ke arah gawang untuk menyambut bola crossing
tersebut.
Kalaupun bola crossing tidak bisa diarahkan ke ruang kosong
tersebut, setidak-tidaknya arahkanlah pas ke posisi teman-teman kita
yang ada di depan gawang. Yang jadi bencana adalah jika bola crossing
jatuh di belakang teman-teman kita yang bersiap didepan gawang.
Bola crossing bisa diarahkan ke tiang dekat, ke depan gawang persis,
ataupun ke tiang jauh. Ini sangat tergantung dari celah yang ada di
depan gawang.
Disamping itu, bola crossing juga harus memiliki laju yang cukup
kencang. Ini bisa dilakukan dengan tendangan DRIVE, bukan tendangan
LOFT. Jika bola crossing melaju kencang, maka ketika disambar oleh teman
kita akan menghasilkan momentum yang besar.
Karena sedemikian pentingnya kualitas bola crossing, para pemain
terutama outside midfielder dan outside back harus dilatih untuk bisa
menyajikan bola crossing yang ‘enak untuk disantap’. Tidak hanya itu,
mereka juga harus dibiasakan untuk bisa melepas crossing dalam kondisi
tertekan atau terdesak. Dan hal ini bisa dilakukan oleh para crosser
terbaik dunia seperti David Beckham.